Mahasiswa Indonesia pelajari pertambangan batu bara di Shanxi China
Jumat,sydney kemarin 8 November 2024 12:44 WIB
Taiyuan (ANTARA) - Kunjungan Devina Hung, seorang mahasiswa asal Indonesia, ke Provinsi Shanxi, China utara baru-baru ini telah mengubah persepsinya tentang industri batu bara.
Dalam kesan sebelumnya, produksi batu bara diasosiasikan dengan pekerja yang kotor dan kondisi kerja yang keras. Namun, di Provinsi Shanxi, provinsi penghasil batu bara terbesar di China, produksi tanpa awak, pintar, dan ramah lingkungan telah menunjukkan arah pengembangan produksi batu bara kepada Devina.
Devina, seorang mahasiswa pascasarjana di Universitas Shanxi, sedang menempuh studi dan tinggal di Shanxi, sebuah provinsi di China utara tempat produksi batu bara mencapai 1,357 miliar ton tahun lalu. Mirip dengan Shanxi, Indonesia juga merupakan penghasil batu bara utama yang menghadapi kebutuhan mendesak untuk transformasi dan pembangunan ramah lingkungan.
Bagaimana perkembangan industri batu bara di Shanxi saat ini?
Dengan pertanyaan tersebut, Devina memutuskan untuk secara pribadi mempelajari garis depan produksi tambang batu bara dan mengamati perkembangan di daerah ini, yang telah ditetapkan China sebagai percontohan reformasi komprehensif untuk revolusi energi.
Di tambang terbuka Anjialing milik ChinaCoal Pingshuo Group Co., Ltd. di Provinsi Shanxi utara, Devina terkejut dengan pemandangan yang begitu tertata di depan matanya. Jalan-jalan di area pertambangan mulus dan lebar, dan mesin-mesin setinggi enam atau tujuh lantai terus beroperasi.
Hampir tidak ada pekerja yang terlihat di lini produksi.
"Ini adalah truk tambang listrik murni dengan berat 220 ton pertama di dunia yang baru dioperasikan bulan lalu. Hal ini menandakan langkah yang solid menuju penambangan batu bara nol karbon," papar Xu Hongyu, salah seorang staf.
Dibandingkan dengan truk berbahan bakar konvensional, truk listrik memiliki tingkat kebisingan yang lebih rendah dan tenaga yang lebih kuat sehingga menghasilkan emisi nol karbon. Setiap truk diperkirakan dapat menghemat 600 ton bahan bakar dan mengurangi emisi karbon dioksida hingga 1.800 ton per tahun, menghasilkan manfaat ekonomi langsung sebesar 3,4 juta yuan (1 yuan = Rp2.213) per tahun.
"Saya tahu bahwa kendaraan energi baru ada di mana-mana di China, tetapi saya tidak menyangka kendaraan-kendaraan itu juga akan digunakan di pertambangan," kata Devina.
Semua ini baru sebagian kecil dalam upaya Shanxi untuk mempromosikan produksi batu bara berkonsep ramah lingkungan dan pintar. Di tambang terbuka Timur di dekatnya, salah satu tambang terbuka terbesar di China, beberapa proses produksi bahkan telah diotomatisasi.
Shao Bin, kepala teknisi tambang tersebut, mengatakan bahwa tambang terbuka Timur kini telah menyelesaikan pengoperasian tujuh truk tambang otonom, alat berat shovel listrik, dan peralatan tambahan secara terkoordinasi. Ini telah menjadi proyek demonstrasi terdepan dengan kemampuan operasional secara harian dan terkoordinasi dalam kondisi kerja nyata.
Truk-truk raksasa setinggi lebih dari dua lantai telah mewujudkan pengemudian otonomos di area pertambangan, yang membuat Devina takjub.
"Bagaimana bisa ini terwujud?" Devina bertanya karena penasaran.
Shao Bin menjelaskan bahwa pada kenyataannya, situasi lalu lintas di area pertambangan relatif sederhana, menjadikannya skenario aplikasi penting untuk teknologi kemudi otonom masa mendatang. Dengan melengkapi truk dengan kamera, radar, cip, dan perangkat kemudi otonomos lainnya, serta dukungan teknologi 5G, truk-truk itu dapat berjalan sesuai dengan prosedur dan rute yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengemudi truk manusia kini bertindak sebagai petugas keselamatan, memantau truk dari gedung kantor. Jika terjadi keadaan darurat, pengambilalihan jarak jauh dapat segera dilakukan.
Semua pemandangan yang penuh daya tarik teknologi ini berasal dari tekad kuat Provinsi Shanxi untuk mencapai pembangunan berkualitas tinggi. Dulu, provinsi itu sangat bergantung pada sumber daya batu bara, yang mengakibatkan degradasi lingkungan dan momentum pembangunan ekonomi yang tidak memadai.
Setelah bertahun-tahun investasi berkelanjutan, lebih dari 50 persen kapasitas produksi batu bara di Provinsi Shanxi telah mencapai level penambangan pintar. Produksi tanpa awak, pintar, dan hijau telah menjadi tren yang tidak dapat diubah.
Meskipun terjadi peningkatan deglobalisasi di sejumlah negara, kerja sama antara China dan Indonesia semakin mendalam. Para ahli percaya bahwa digitalisasi dan industri hijau akan menjadi area kerja sama baru antara China dan Indonesia.
Profesor di Institut Nanyang untuk Kajian Asia Tenggara di bawah Universitas Xiamen, Wang Qin, mengungkapkan bahwa China dan Indonesia saat ini memiliki komplementaritas ekonomi yang kuat. Pada masa mendatang, kedua negara memiliki prospek pembangunan yang baik di sektor emerging seperti industri hijau dan rendah karbon, industri digital, serta kerja sama infrastruktur konvensional.
"Saya yakin bahwa capaian transformasi di Shanxi dapat memberikan pengalaman bagi Indonesia. Saya berharap kedua negara dapat melakukan pertukaran dan kerja sama yang lebih mendalam di sektor batu bara," tutur Devina.